AGILITY

07.01 Anindhyta P Pradipta 0 Comments

Buku Rhenald kasali yang berjudul agility ini merupakan kelanjutan dari buku yang sebelumnya yaitu Change. Buku ini menarik mata saya dan menggerakkan keinginan saya untuk membaca ketika saya melihat salah satu ungkapan yang dikemukakan oleh diplomat Prancis, Charles Maurice de Talleyrand yang berbunyi “Seratus kambing yang dipimpin oleh seekor singa akan jauh lebih berbahaya ketimbang seratus singa yang dipimpin oleh seekor kambing”.

Agility, salah satunya berbicara mengenai kepemimpinan perubahan setangkas singa. Di dalam kondisi bangsa kita yang seperti ini, kita dituntut untuk memiliki kemimpinan yang gesit dan cepat dalam pengambilan keputusan. Seperti yang kita ketahui, karakter singa merupakan karakter pemimpin yang focus, berkarakter, gesit, dan berani berjuang. Gerombolan singa akan mengikuti pemimpinya ketika sang pemimpin sudah memilih buruannya. Mereka akan bergerak untuk menyerbu satu mangsa dan tidak mempedulikan mangsa-mangsa yang lain yang berada di sekitarnya. Ketika gagal memburu yang menjadi targetnya, maka singa tidak akan lantas asal-asalan memilih mangsa yang lain. Singa pada umumnya lebih memilih untuk tidak melanjutkan perburuannya dan berhenti sebentar. Apakah hal tersebut menunjukkan bahwa singa mudah menyerah? Tidak. Singa hanya beristirahat sebentar dan kemudian berjuang lagi. Leadership yang dimiliki singa inilah leadership yang bukan Cuma sekedar dibentuk oleh pengetahuan, melainkan juga memori-memori otot (myelin) yang gesit dan kuat. Myelin adalah unsur pembentuk agility atau ketangkasan, kecepatan gerak, dan eksekusi.


Myelin, seperti yang pernah dituliskan oleh Rhenald Kasali dalam bukunya Myelin : Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan Perubahan mengajak kita untuk mengenal lebih dalam mengenai perbedaan brain memory dan muscle memory. Brain memory terbentuk dari pengetahuan sedangkan muscle memory adalah memori yang terbentuk karena latihan. Rhenald Kasali menganalogikannya dengan seorang pesilat. Jika kita adalah penggunai brain memory, maka yang kita lakukan setiap hari adalah menghafal jurus-jurus dan mengurai filosofi yang ada di dalam masing-masing jurus. Jika ada orang yang menyerang kita dengan tangan kanan, maka otak akan berpikir gerakan antisipasinya. Ketika lawan menyerang dengan kaki, maka otak anda juga akan berpikir bagaimana cara untuk mengantisipasinya. Otak anda akan bekerja keras, lain halnya dengan pengguna muscle memory. Pengguna muscle memory hanya berlatih, berlatih dan berlatih. Sehingga ketika serangan padanya, dia akan melakukan gerakan refleks untuk menangkis serangan yang datang berdasarkan gerakan-gerakan yang sudah dia pelajari sebelumnya.

Jadi, apakah pengguna muscle memory lebih baik daripada pengguna brain memory? Belum tentu. Karena ketika si penyerang menggunakan jurus yang out of the box, maka pengguna muscle memory akan kerepotan dalam mengantisipasi jurus tersebut karena tidak pernah berlatih mengenai jurus tersebut. Sementara pengguna brain memory akan lebih diuntungkan karena dia sudah terlatih untuk berpikir, termasuk untuk mengantisipasi jurus yang aneh. Kelebihan dan kekurangan masing-masing memory akan menjadi baik jika kita memiliki keduanya dalam diri kita. bayangkan jika kita memiliki otak yang pintar dan tubuh yang sigap dalam mengantisipasi masalah yang ada.

Agility kepempinan didasari oleh personal agility yang dimiliki oleh struktur tersebut. Dimensi dari personal agility terdiri atas 3 macam, yaitu :

1. INTELECTUAL AGILITY
Intelectual agility ini berupa pengetahuan yang relevan dengan bidang yang ditekuni dan dikerjakan, keterampilan dalam berpikir analis dan kritis, rasa ingin mencoba, dan kesungguhan untuk belajar.

2. EMOTIONAL AGILITY
Emotional agility ini berupa pengendalian energi dan emosi yang dimiliki, keoptimisan dalam bertindak, kemampuan dalam beradaptasi, toleransi terhadap ketidakpastian, komitmen terhadap apa yang dilakukan, disiplin diri, motivasi menghadapi tantangan, dan kemauan untuk bekerja.

3.PHYSICAL AGILITY
physical agility lebih mengarah kepada kemampuan fisik dalam mencapai hasil yang maksimal, bekerja di luar jadwal, konsentrasi selama bekerja, dan toleransi terhadap hal yang biasa dan kemonotonan.


Pada buku ini, Rhenald Kasali lebih banyak membicarakan bagaimana agility dan pembentukan aetropolis. Jika saya diminta untuk emmbawa konsep agility dalam pendidikan, rasanya memang sebagai seorang guru kita harus memiliki agility atau ketangkasan ini. Pendidikan Indonesia dapat dibilang sedang berada pada edge of chaos atau ambang kehancuran. Perubahan kurikulum, ujian nasional, ujian kompetensi guru, sertifikasi, dan banyak permasalahan di bidang pendidikan ini justru memperparah keadaan pendidikan Indonesia yang sekarang. guru tidak lagi difokuskan dengan urusan lapangan, tetapi kepada urusan  administratif. padahal, fakta di lapangan, siswa-siswi sangat membutuhkan perans erta kita sebagai orang yang menyandang atribut guru. Siswa-siswi kita berasal dari perbedaan kemampuan akademik, latar belakang keluarga, dan gaya belajar. Untuk tiga aspek tersebut saja, pengaruhnya sangat berbeda dan penangannya sangat berbeda. Dibutuhkan ketangkasan seorang guru untuk melihat permasalahan tersebut dan bergerak dengan solusi yang tepat. 

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan personal agility kita sebagai seorang guru?

Pada dimensi intelektual, tentu saja kita harus memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan. memperkaya pengetahuan itu sifatnya luas. Bukan hanya dengan membaca buku, kita dapat belajar dari video cara-cara mengajar yang sudah banyak tersedia di youtube atau mengikuti berbagai macam online course yang ada di internet. lalu bagaimana dengan yang memiliki keterbatasan prasarana? Sharing! berdiskusilah dengan sesama guru mengenai pembelajaran untuk mendapatkan banyak pikiran baru mengenai bagaimana cara untuk mengelola kelas atau menyampaikan pembelajaran dengan tepat.

Pada dimensi emosional, kita harus mampu mengendalikan emosi dengan baik. Wajar bagi seseorang mengalami hari baik dan hari yang buruk, namun bagaimapun hari itu berlalu kita harus mengingat pada komitmen kita sebagai pendidik yang harus memberikan edukasi kepada siswa-siswi kita. Boleh kita merasakan hari kita tidak baik, tapi mereka tidak mengerti. Jangan jadikan mereka sasaran dan ketidakbaikkan hari kita. Kita harus beradaptasi dengan kondisi yang ada, lantas dengan disiplin yang tinggi kita harus optimis dalam menghadapi tantangan. Apakah usaha yang kita lakukan akan berhasil atau tidak? Tidak ada yang pernah tahu. Kita bahkan tidak pernah tahu pada kali ke berapa, percobaan kita berhasil. Di saat itulah motivasi dan kemauan kita untuk bekerjalah yang menjadi poin utama.

Pada dimensi fisik, tentu saja kita harus mempunyai fisik yang kuat. Terkadang ada hari dimana kita harus bekerja lebih lama dari biasanya sehingga stamina yang bagus memang diperlukan. Selain itu, ketahanan kita dalam menghadapi rutinitas kita sebagai guru. Perubahan pada siswa-siswi kita tidak akan datang dalam waktu yang cepat, namun ketika fokus, perubahan itu adalah hal yang pasti. Dalam menunggu terjadinya perubahan itulah dibutuhkan toleransi kita terhadap kemonotonan yang mungkin terjadi. Tidak lupa, dalam jam bekerja yang mungkin lebih lama dari biasanya kita juga dituntut untuk tetap berkonsentrasi dan fokus pada sasaran yang dituju.


Waktu tidak dapat disimpan, tidak dapat dimundurkan atau dimajukan. Hal yang paling bisa kita lakukan adalah memanajemen waktu dengan sebaik mungkin dengan menggunakan ketangkasan atau agility kita. Selamat hari guru nasional ! Semoga akan lahir guru-guru yang penuh ketangkasan untuk menyelesaikan janji kita terhadap negara, mencerdaskan kehidupan bangsa!



0 komentar: